Menancapkan Kembali Sang Merah Putih di Puncak Everest
Sepenggal kisah mengenai kejayaan pendaki Indonesia dimulai pada tanggal 26 April 1997, ketika itu Lettu Misirin, Sertu Asmujiono, dan Lettu Infanteri Iwan Setiawan berhasil menjadi Tim Indonesia pertama yang mengibarkan Sang Saka Merah Putih di Puncak Everest (8.848 mdpl), puncak tertinggi di dunia. Keberhasilan “Ekspedisi Mount Everest Indonesia 1997” menjadikan Indonesia sebagai negara pertama dari Asia Tenggara yang dapat menjejakkan kakinya di atap dunia. Saat itu putera-putera Indonesia telah menorehkan prestasi yang berharga bagi Tanah Air Indonesia. Pendakian ke puncak tertinggi dunia bukanlah hal yang mudah, kesungguhan dan konsistensi sangat diperlukan. Mengingat medan yang berbahaya dan cuaca yang ekstrim, pendaki harus memiliki fisik dan mental yang sehat dan kuat. Terlebih, secara organisasi pendakian ini sangat memerlukan pengaturan, pengendalian, dan disiplin yang tinggi. Hal inilah yang terus dihayati oleh Tim “Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar 2009-2012” (ISSEMU) dalam merencanakan dan mempersiapkan pendakian ke Puncak Everest, puncak keenam dari rangkaian pendakian tujuh puncak tertinggi di dunia, yang sesuai rencana akan dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2011.
Rute Pendakian ISSEMU Menuju Puncak Everest
Tim ISSEMU terdiri dari Sofyan Arief Fesa (28), Xaverius Frans (24), Broery Andrew (22), dan Janatan Ginting (22). Keempat mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan Bandung ini akan mengawali perjalanan mereka menuju Puncak Everest pada tanggal 27 Maret 2011. Dari Jakarta mereka akan bertolak ke Kathmandu (1.400 mdpl), ibukota Nepal dan memulai jadwal operasional pendakian Everest selama 74 hari melalui Southeast Ridge(Jalur Selatan). Selanjutnya, tim akan berangkat ke Lukla menggunakan pesawat. Lukla adalah sebuah kota yang terletak di Distrik Solukhumbu, di Zona Sagarmatha, Nepal bagian Timur Laut. Terletak pada ketinggian 2.860 mdpl, Lukla adalah tempat persinggahan terakhir sebelum para pendaki memulai rute pendakian panjang menuju puncak.
Dengan berjalan kaki, tim akan melanjutkan perjalanan ke Namche Bazaar (3.440 mdpl), lalu ke Khumjung, sebuah desa besar yang sedang berkembang, yang terdiri dari beberapa desa kecil yang terkenal dengan keindahannya. Pada rute perjalanan berikutnya, tim akan singgah di Desa Tengboche (3.867 mdpl), kemudian Dingboche (4.530 mdpl), yang masih berada dalam area Khumjung. Penduduk Dingboche menggantungkan mata pencahariannya dari pariwisata pendakian Gunung Everest, terlihat dari banyaknya vila dan area perkemahan yang disewakan, serta fasilitas yang tersedia. Bagi para pendaki, Dingboche merupakan salah satu tempat persinggahan ideal untuk memantapkan aklimatisasi. Tim ISSEMU sendiri akan bermalam selama kurang lebih 3 hari sebelum melanjutkan perjalanan menuju Everest Base Camp / EBC (5.364 mdpl) Tim akan tinggal selama beberapa hari di EBC untuk beristirahat, beraklimatisasi, serta mempersiapkan diri untuk pendakian. Setelah ini tim akan terus berlatih untuk menambah ketinggian demi kepentingan aklimatisasi sebelum summit attack.
Proses aklimatisasi setelah EBC akan terbagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama, selama kurang lebih 5 hari, tim akan melakukan pendakian ke Lobuche East Peak (6.119 mdpl) lalu kembali lagi ke EBC. Pada tahap berikutnya, tim akan melakukan pendakian ke Camp 2 Everest / Advanced Base Camp (6.462 mdpl) selama 3 hari sebelum kembali ke EBC. Tahap ketiga adalah tahap terakhir aklimatisasi dimana tim akan mendaki sampai dengan Camp 3 (7.315 mdpl) menggunakan fixed rope yang telah terpasang dari Camp 2. Dari Camp 3, tim akan kembali turun ke EBC untuk mempersiapkan summit attack.
Tim akan berada di EBC selama 5 sampai 10 hari sebelum summit attack. Pada saat summit attack, tim akan kembali menapaki jalan yang telah mereka lalui sebelumnya, yaitu mendaki secara bertahap mulai dari Camp 1 (5.944 mdpl), Camp 2 (6.462 mdpl), Camp 3 (7.315 mdpl), Camp 4 (7.906 mdpl), hingga puncak Everest (8.848 mdpl). Sebelum memasuki Camp 1, tim akan berhadapan dengan Khumbu Icefall, salah satu bagian paling berbahaya dalam pendakian Everest. Perubahan cuaca dan pergerakan muka bumi senantiasa membuat patahan-patahan es di Khumbu Icefall bergeser, sehingga akan terdapat banyak rekahan es (crevasses) dan besar kemungkinan akan jatuhnya bongkahan-bongkahan es berukuran besar. Ketelitian dan kewaspadaan sangat diperlukan untuk melewati tempat ini dengan selamat.
Setibanya di Camp 4 / South Col, tim akan memasuki zona kematian / death zone (di atas 8.000 mdpl), ketika tubuh manusia tidak lagi mampu beraklimatisasi. Oleh karena itu untuk pendakian ke puncak, tim membutuhkan tabung oksigen. Masing-masing anggota Tim Pendaki ISSEMU akan menggunakan 6 tabung oksigen dengan limit waktu penggunaan 36 jam untuk mencapai dan menuruni Puncak Everest. Pergerakan menuju puncak akan dimulai sekitar tengah malam dengan harapan akan sampai puncak sekitar 10 sampai 12 jam. Rute menuju puncak sangat menantang dan berbahaya, diakhiri dengan Hillary Steppada ketinggian 8.760 mdpl, kemudian segera disambut megahnya puncak Everest pada ketinggian 8.848 mdpl. Melihat sulitnya rute pendakian, ketinggian puncak, dikombinasikan dengan cantiknya Puncak Everest dan pemandangan yang terhampar di hadapannya, maka sangat layak apabila penduduk Nepal menyebut gunung ini Sagarmatha (Goddess of the Sky), dan masyarakat Tibet menamakannya Qomolangma (Mother Goddess of the Universe). Mengingat persediaan oksigen yang terbatas, tim harus segera turun kembali dari puncak menuju Camp 2, kemudian turun kembali ke EBC. Beberapa hari kemudian tim akan melanjutkan rute turun, kembali melalui Namche Bazaar, Lukla, Kathmandu, kemudian kembali ke Jakarta.
Dalam pendakian kali ini Tim ISSEMU juga melibatkan tim pendukung untuk membantu tim pendaki, terutama dalam bidang dokumentasi dan komunikasi dari lapangan ke tanah air. Tim pendukung ini akan tinggal di EBC saat tim pendaki menjalankan summit attack. Tim pendukung yang akan berangkat adalah Ambrin Siregar (60), Paul Octavianus Jayaputra (37), Edward Balandua (21), Yessie Agusta (22), Panji Haryadi (28), dan Ariesto Wibowo (23). Tim pendukung akan bertolak ke Kathmandu pada tanggal 27 April 2011, dan menuju EBC melalui rute yang berbeda dengan tim pendaki untuk memperluas daerah eksplorasi. Tim pendukung akan melalui beberapa tempat menarik seperti Desa Phakding yang terkenal dengan jembatan gantungnya, Danau Gokyo yang indah, serta berkesempatan untuk melakukan pendakian ke Puncak Kala Patthar (7.161 mdpl), salah satu puncak di Zona Sagarmatha.
Dalam olahraga pendakian gunung, khususnya pendakian gunung es yang ketinggiannya melebihi rata-rata, kemampuan aklimatisasi pendaki sangat diperlukan. Oleh karena itu Tim ISSEMU, baik tim pendaki dan tim pendukung, mempersiapkan pendakian ini dengan sebaik-baiknya dengan melakukan latihan fisik secara rutin, latihan yoga untuk pernafasan,rock climbing, dan trekking di gunung-gunung daerah Jawa Barat. Tim juga menjalani tes fisik dan aklimatisasi di Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA) Dr. Saryanto milik TNI Angkatan Udara. Di sini, untuk mengetahui kemampuan tim dalam menghadapi ketinggian dimana kadar oksigen, tekanan dan suhu yang semakin rendah, digunakan hypobaric/altitude chamber, yakni sebuah ruangan yang bisa disimulasikan pada suatu ketinggian yang diinginkan. Ketika berada dalam ruangan ini, tim diuji dengan menggunakan persoalan matematika sederhana seperti penjumlahan dan pengurangan, hingga simulasi ketinggian mencapai 9000 mdpl, dimana kadar oksigen sudah sangat tipis.
Menapaki puncak keenam dari rangkaian pendakian tujuh puncak dunia, Tim ISSEMU kembali didampingi oleh Hiroyuki Kuraoka (49), seorang mountain guide kawakan asal Chiba, Jepang, yang sebelumnya telah mendampingi tim dalam pendakian puncak keempat, Puncak Vinson di Antartika. Hiro adalah seorang pendaki berpengalaman yang pernah mendaki Seven Summits: Kilimanjaro, Elbrus (10 kali), Aconcagua (3 kali), Vinson (4 kali), Carstensz Pyramid (3 kali), Denali (3 kali), dan Everest (4 kali). Dari pengalaman pendakiannya tersebut, Hiro yang juga merupakan konsultan resmi Tim ISSEMU memberikan banyak masukan, terutama mengenai operasional, peralatan yang digunakan, karakteristik setiap gunung, strategi pendakian, dan metode latihan yang efektif.
Syukuran dan Pelepasan Tim “Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar 2009-2012” Menuju Everest
Sebagai bentuk syukur kepada Tuhan yang Maha Esa dan ungkapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu terselenggaranya ISSEMU, Universitas Katolik Parahyangan mengadakan acara Syukuran dan Pelepasan Tim “Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar 2009-2012” Menuju Everest, pada hari Sabtu 12 Maret 2011 di Gedung Serba Guna Universitas Katolik Parahyangan. Acara ini dihadiri oleh Kapten Misirin selaku perwakilan Tim Ekspedisi Mount Everest 1997, segenap Civitas Akademika Universitas Katolik Parahyangan, rekan-rekan Pencinta Alam, Anggota Mahitala, dan rekan-rekan Media. Selain sebagai bentuk syukur, acara ini juga dilaksanakan untuk memohon doa restu bagi keselamatan dan keberhasilan Tim ISSEMU dalam menyelesaikan pendakian Everest.
Puncak Everest akan menjadi puncak keenam yang akan digapai oleh Tim ISSEMU dari rangkaian tujuh puncak dunia. Adapun dari 7 puncak yang dituju, kelima puncak yang telah dicapai adalah Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) pada 23 dan 26 Februari 2009 di Indonesia (Australasia); Kilimanjaro (5.895 mdpl) via Machame pada 10 Agustus 2010 di Kenya (Afrika); Elbrus (5.642 mdpl) via Rute Utara di Rusia (Eropa) pada 24 Agustus 2010;Vinson (4.897 mdpl) di Antartika pada 13 Desember 2010 dan Aconcagua (6.962 mdpl) di Argentina (Amerika Selatan) pada 9 dan 29 Januari 2011; selanjutnya puncak terakhir yang akan dicapai adalah Denali (6.194 mdpl) di Alaska (Amerika Utara).
Rangkaian kegiatan Indonesia 7 Summits Expedition Mahitala Unpar 2009-2012 (ISSEMU) ini mendapat dukungan dana dan perhatian penuh PT. Mud King Asia Pasifik Raya (MKAPR), sebuah perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi. PT MKAPR yang berkedudukan di Jakarta memiliki komitmen yang sangat tinggi sebagai sponsor tunggal untuk mensukseskan rangkaian pendakian ke 7 puncak tertinggi di 7 benua (seven summits), melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) dengan tujuan menorehkan prestasi bangsa Indonesia di bidang olah raga pendakian gunung, juga membangkitkan kembali rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air tercinta, Indonesia.